Agar
kita bisa mempelajari filsafat pendidikan matematika maka kita perlu belajar
filsafat. Filsafat adalah olah pikir refleksif sehingga dalam perkuliahan pun
harus berfikir, bukan menulis. Jadi, kuliah refleksif artinya setiap
perkuliahan harus merefleksi kembali, yaitu mengungkapkan kembali. Dari apa
yang diperoleh dalam perkuliahan, harus diungkapkan kembali.
Filsafat
itu meniru terminologi dunia. Dengan kata-kata “dunia”, kita bisa memilih “dunia”
di depan apapun. Contoh: dunia pendidikan, dunia bisnis, dunia perempuan, dunia
laki-laki, dunia pernikahan, dunia anak-anak, dunia orang tua, politik, dan
lain sebagainya. Artinya dunia boleh diletakkan di depan apapun. Ketika kita
membicarakan tentang “tempe”, maka kita bisa mengatakan hal itu dinamakan dunia
tempe. Ada dunia pagi, dunia malam, dunia sore, dunia siang, dunia kelahiran. Demikian
juga dengan filsafat. Filsafat dapat diletakkan di depan apapun. Contoh: filsafat
manusia, filsafat agama, filsafat matematika, filsafat pendidikan matematika, filsafat
orang dewasa, filsafat anak kecil, filsafat seni, bahkan filsafat Tuhan. Karena
filsafat adalah olah pikir, maka kita dapat memikirkan, bahkan dapat memikirkan
Tuhan walaupun terbatas.
Filsafat
merupakan ilmu yang multi faset. Artinya, filsafat bisa dekat dengan diri kita,
tetapi bisa juga jauh. Bisa ringan, tetapi bisa juga berat. Bisa menghibur,
tetapi juga bisa berbahaya. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal-hal yang tidak
diinginkan, maka dalam berfilsafat perlu memperhatikan adab atau cara dalam
berfilsafat. Seperti halnya dengan sholat. Sebelum sholat kita harus bersuci terlebih
dahulu dengan mengambil air wudhu. Itulah yang dimaksud dengan beradab. Maka,
orang yang memperhatikan tata cara disebut orang yang beradab. Sebaliknya,
orang yang tidak mengenal atau tidak mau mengerti tata cara disebut orang
biadab (lawan dari beradab).
1.
Adab I
Adab
yang pertama bahwa letak filsafat itu tinggi. Namun, setinggi-tinggi filsafat
tidak boleh melibihi spiritual. Setinggi-tinggi olah pikir, maka tidak bisa
melebihi spiritualitas. Adab pertama ini tidak boleh dilanggar sehingga sebelum
berfilsafat disarankan untuk mohon ampun. Karena dengan berfilsafat, jangan sampai cenderung melemahkan keyakinan.
Jadi, dasarnya adalah spritual, artinya selangkah berfilsafat, selangkah
berdoa. Kedudukan filsafat dikaitkan dengan spiritual maka terdapat hubungan
antara berdoa dan pikiran. Untuk bertemu dan mengerti Tuhan, kita tidak cukup melalui
pikiran karena Tuhan itu lewat hati/keyakinan. Itulah bahaya filsafat jika
tidak dilandasi keyakinan.
Karena
berfilsafat itu olah pikir, maka hanya dengan olah pikir kita tidak mengerti
seluk beluk hati kita termasuk cinta. Sebagai contoh, seseorang yang saat ini
berumur 50 tahun, maka ia belum mengerti cinta pada umur 60 tahun. Hal ini dikarenakan
belum ada kegiatannya di masa itu (di umur 60 tahun). Artinya, sehebat-hebat
cinta seseorang kepada yang dicintai, ia belum selesai menjelaskannya. Ungkapan
cinta saat ini belum mampu menjelaskan cinta karena di masa yang akan datang
kita belum mengerti seperti apa cinta itu. Sebagai contoh: ungkapan seseorang
kepada istrinya yang berkata, “Oh istriku,
aku telah melakukan segalanya untukmu untuk menunjukkan cintaku
kepadamu.” Namun, pada keesokan harinya ternyata ia marah kepada istrinya. Dari
contoh tersebut, terlihat bahwa ia belum bisa menuntaskan cintanya. Jadi,
sehebat-hebat pikiran sekarang ini, maka tidak akan tuntas menjelaskan cinta
sampai akhir hayat. Itu baru sekedar cinta, apalagi keyakinan kepada Tuhan, Nabi,
hari akhir, hari pembalasan, surga neraka, dan seterusnya. Itulah adab yang
pertama.
2.
Adab II
Adab
yang kedua bahwa filsafat itu hidup. Karena filsafat itu hidup, maka cara
mempelajarinya pun menggunakan metode hidup. Oleh karena itu, lihatlah keluar,
pelajari, catat, bagaimana Tuhan menciptakan tumbuhan, manusia, hewan, dan alam semesta ini.
Adanya
metode hidup, maka ada hidup sehat dan hidup tidak sehat. Hidup yang tidak
sehat adalah jika ia sakit. Demikian juga filsafat, ada filsafat yang sehat dan
ada filsafat yang tidak sehat. Hilang, datang tanpa pemberitahuan,
tergesa-gesa, memaksa, terpaksa, tidak lengkap, merupakan sikap yang tidak
sehat. Jika kita berdoa, maka harus dalam keadaan sehat karena jika sakit, maka
ibadah akan terganggu sehingga agar kita hidup sehat dan berfilsafat sehat,
maka perhatikan tata cara. Jadi, hidup sehat adalah beradab dan orang yang
beradab berusaha mengenal tata cara sopan santun termasuk dalam berfilsafat.
Secara
filsafat hidup sehat adalah hidup yang harmoni (seimbang) antara
unsur-unsurnya. Misal: mempunyai uang 2juta, maka pantas jika membeli sesuatu
senilai 500 ribu. Namun, jika hanya mempunyai uang 500 ribu, tetapi membeli
sesuatu hingga harus hutang maka hal seperti itu tidak harmoni. Maka agar
bahagia perlu hidup yang seimbang dan harmoni. Namun, untuk mencapai itu tidak
bisa hanya diam karena diam pun tidak harmoni dan tidak seimbang. Karena dalam mencapai hidup bahagia sumbunya
adalah sumbu ikhtiar dan sumbu usaha, serta sumbu keikhlasan, yaitu keiklahasan
menerima di dalam ikhtiar yg mengerti aturan di dalam spiritualnya. Dunia saja
tidak cukup karena sumbunya adalah dunia akhirat. Orang yang memikirkan dunia saja atau akhirat
saja maka hal itu tidak seimbang.
Alat
yang dikenal dalam filsafat adalah bahasa analog. Artinya, bahasa yang dipakai
untuk berfilsafat adalah bahasa analog. Bahasa analog lebih tinggi daripada
sekedar kiasan. Contoh: Si anu tadi hampir jatuh. Anu adalah kiasan, maka
bahasanya adalah bahasa analog. Kalau berhubungan dengan hati maka berbicara
tentang keyakinan sedangkan berhubungan
dengan pikiran, maka pikiran adalah urusan manusia atau urusan dunia.
Obyek
yg dipelajari dalam berfilsafat yaitu yang ada dan yang mungkin ada. Obyek yang
ada artinya sudah diketahui, yaitu dapat dapat dilihat, didengar, dibentuk, dan
dipikirkan. Sedangkan obyek yang mungkin
yaitu yang belum diketahui. Contoh: Nama
cucu seseorang, bagi kita adalah yang mungkin ada karena “nama cucu” belum ada
dalam diri kita. Namun, jika nama cucu sudah diberitahukan, misal nama cucunya
adalah Queen, maka nama cucu sudah ada dalam diri kita. Jadi, sekarang nama cucu merupakan obyek yang
ada.
karena
filafat adalah metode hidup, maka ada interaksi di dalamnya. Ada terjemah dan
ada diterjemahkan (Hermenitika), artinya berinteraksi yang refleksif. Setiap
hal di dunia sifatnya adalah berinteraksi dengan apapun. Manusia berinteraksi
dengan yang lain. tumbuhan, hewan, batu, bahkan material pun berinteraksi.
Dalam interaksi itulah adanya menerjemahkan dan diterjemahkan.
Adab
selanjutnya bahwa dalam berfilsafat harus berfikiran jernih. Jangan berfikir
“no way” terhadap filsafat dan tidak sekedar menerima filsafat karena hal
seperti itu bukan metode hidup.
Jangan
berfikir no way. Bukan sekedar menerima filsafat. Itu bukan metode hidup. Kita
harus menghidup-hidupkan filsafat dgn diri kita sendiri dengan berikhtiar
membuat comment, refleksi. Berfilsafat itu perlu berpikiran jernih.
Dalam
berfilsafat harus membersihkan diri dari hal-hal yang mengganggu dalam berfikir,
maka perlu dalam keadaan sehat dalam berfilsafat. Filsafat disebut sebagai pure atau tidak ada kebencian. Perlu
diingat bahwa, berfilsafat bukanlah aliran sesat, tetapi berfilsafat hanyalah olah
pikir.
Pertanyaan:
1. Bagaimana ilmu filsafat menjelaskan
tentang rumus-rumus matematika?
2. Apa korelasi antara pikiran, perasaan
dan perbuatan dipandang dari ilmu filsafat?
3. Mengapa ilmu filsafat tidak menempatkan
pikiran manusia di atas segalanya?
Source: Kuliah Filsafat Pendidikan Matematika with Drs. Marsigit
Source: Kuliah Filsafat Pendidikan Matematika with Drs. Marsigit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar