Senin, 08 Oktober 2012

Hakikat dan Adab Filsafat


Agar kita bisa mempelajari filsafat pendidikan matematika maka kita perlu belajar filsafat. Filsafat adalah olah pikir refleksif sehingga dalam perkuliahan pun harus berfikir, bukan menulis. Jadi, kuliah refleksif artinya setiap perkuliahan harus merefleksi kembali, yaitu mengungkapkan kembali. Dari apa yang diperoleh dalam perkuliahan, harus diungkapkan kembali.
Selanjutnya, mengapa harus filsafat terlebih dulu yang harus dipelajari ?

Filsafat itu meniru terminologi dunia. Dengan kata-kata “dunia”, kita bisa memilih “dunia” di depan apapun. Contoh: dunia pendidikan, dunia bisnis, dunia perempuan, dunia laki-laki, dunia pernikahan, dunia anak-anak, dunia orang tua, politik, dan lain sebagainya. Artinya dunia boleh diletakkan di depan apapun. Ketika kita membicarakan tentang “tempe”, maka kita bisa mengatakan hal itu dinamakan dunia tempe. Ada dunia pagi, dunia malam, dunia sore, dunia siang, dunia kelahiran. Demikian juga dengan filsafat. Filsafat dapat diletakkan di depan apapun. Contoh: filsafat manusia, filsafat agama, filsafat matematika, filsafat pendidikan matematika, filsafat orang dewasa, filsafat anak kecil, filsafat seni, bahkan filsafat Tuhan. Karena filsafat adalah olah pikir, maka kita dapat memikirkan, bahkan dapat memikirkan Tuhan walaupun terbatas.
Filsafat merupakan ilmu yang multi faset. Artinya, filsafat bisa dekat dengan diri kita, tetapi bisa juga jauh. Bisa ringan, tetapi bisa juga berat. Bisa menghibur, tetapi juga bisa berbahaya. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan, maka dalam berfilsafat perlu memperhatikan adab atau cara dalam berfilsafat. Seperti halnya dengan sholat. Sebelum sholat kita harus bersuci terlebih dahulu dengan mengambil air wudhu. Itulah yang dimaksud dengan beradab. Maka, orang yang memperhatikan tata cara disebut orang yang beradab. Sebaliknya, orang yang tidak mengenal atau tidak mau mengerti tata cara disebut orang biadab (lawan dari beradab).
1. Adab I
Adab yang pertama bahwa letak filsafat itu tinggi. Namun, setinggi-tinggi filsafat tidak boleh melibihi spiritual. Setinggi-tinggi olah pikir, maka tidak bisa melebihi spiritualitas. Adab pertama ini tidak boleh dilanggar sehingga sebelum berfilsafat disarankan untuk mohon ampun. Karena dengan berfilsafat,  jangan sampai cenderung melemahkan keyakinan. Jadi, dasarnya adalah spritual, artinya selangkah berfilsafat, selangkah berdoa. Kedudukan filsafat dikaitkan dengan spiritual maka terdapat hubungan antara berdoa dan pikiran. Untuk bertemu dan mengerti Tuhan, kita tidak cukup melalui pikiran karena Tuhan itu lewat hati/keyakinan. Itulah bahaya filsafat jika tidak dilandasi keyakinan.
Karena berfilsafat itu olah pikir, maka hanya dengan olah pikir kita tidak mengerti seluk beluk hati kita termasuk cinta. Sebagai contoh, seseorang yang saat ini berumur 50 tahun, maka ia belum mengerti cinta pada umur 60 tahun. Hal ini dikarenakan belum ada kegiatannya di masa itu (di umur 60 tahun). Artinya, sehebat-hebat cinta seseorang kepada yang dicintai, ia belum selesai menjelaskannya. Ungkapan cinta saat ini belum mampu menjelaskan cinta karena di masa yang akan datang kita belum mengerti seperti apa cinta itu. Sebagai contoh: ungkapan seseorang kepada istrinya yang berkata, “Oh istriku,  aku telah melakukan segalanya untukmu untuk menunjukkan cintaku kepadamu.” Namun, pada keesokan harinya ternyata ia marah kepada istrinya. Dari contoh tersebut, terlihat bahwa ia belum bisa menuntaskan cintanya. Jadi, sehebat-hebat pikiran sekarang ini, maka tidak akan tuntas menjelaskan cinta sampai akhir hayat. Itu baru sekedar cinta, apalagi keyakinan kepada Tuhan, Nabi, hari akhir, hari pembalasan, surga neraka, dan seterusnya. Itulah adab yang pertama.
2. Adab II
Adab yang kedua bahwa filsafat itu hidup. Karena filsafat itu hidup, maka cara mempelajarinya pun menggunakan metode hidup. Oleh karena itu, lihatlah keluar, pelajari, catat, bagaimana Tuhan menciptakan tumbuhan, manusia,  hewan, dan alam semesta ini.
Adanya metode hidup, maka ada hidup sehat dan hidup tidak sehat. Hidup yang tidak sehat adalah jika ia sakit. Demikian juga filsafat, ada filsafat yang sehat dan ada filsafat yang tidak sehat. Hilang, datang tanpa pemberitahuan, tergesa-gesa, memaksa, terpaksa, tidak lengkap, merupakan sikap yang tidak sehat. Jika kita berdoa, maka harus dalam keadaan sehat karena jika sakit, maka ibadah akan terganggu sehingga agar kita hidup sehat dan berfilsafat sehat, maka perhatikan tata cara. Jadi, hidup sehat adalah beradab dan orang yang beradab berusaha mengenal tata cara sopan santun termasuk dalam berfilsafat.
Secara filsafat hidup sehat adalah hidup yang harmoni (seimbang) antara unsur-unsurnya. Misal: mempunyai uang 2juta, maka pantas jika membeli sesuatu senilai 500 ribu. Namun, jika hanya mempunyai uang 500 ribu, tetapi membeli sesuatu hingga harus hutang maka hal seperti itu tidak harmoni. Maka agar bahagia perlu hidup yang seimbang dan harmoni. Namun, untuk mencapai itu tidak bisa hanya diam karena diam pun tidak harmoni dan tidak seimbang.  Karena dalam mencapai hidup bahagia sumbunya adalah sumbu ikhtiar dan sumbu usaha, serta sumbu keikhlasan, yaitu keiklahasan menerima di dalam ikhtiar yg mengerti aturan di dalam spiritualnya. Dunia saja tidak cukup karena sumbunya adalah dunia akhirat.  Orang yang memikirkan dunia saja atau akhirat saja maka hal itu tidak seimbang. 
Alat yang dikenal dalam filsafat adalah bahasa analog. Artinya, bahasa yang dipakai untuk berfilsafat adalah bahasa analog. Bahasa analog lebih tinggi daripada sekedar kiasan. Contoh: Si anu tadi hampir jatuh. Anu adalah kiasan, maka bahasanya adalah bahasa analog. Kalau berhubungan dengan hati maka berbicara tentang keyakinan  sedangkan berhubungan dengan pikiran, maka pikiran adalah urusan manusia atau urusan dunia.
Obyek yg dipelajari dalam berfilsafat yaitu yang ada dan yang mungkin ada. Obyek yang ada artinya sudah diketahui, yaitu dapat dapat dilihat, didengar, dibentuk, dan dipikirkan.  Sedangkan obyek yang mungkin yaitu yang belum diketahui.  Contoh: Nama cucu seseorang, bagi kita adalah yang mungkin ada karena “nama cucu” belum ada dalam diri kita. Namun, jika nama cucu sudah diberitahukan, misal nama cucunya adalah Queen, maka nama cucu sudah ada dalam diri kita.  Jadi, sekarang nama cucu merupakan obyek yang ada.
karena filafat adalah metode hidup, maka ada interaksi di dalamnya. Ada terjemah dan ada diterjemahkan (Hermenitika), artinya berinteraksi yang refleksif. Setiap hal di dunia sifatnya adalah berinteraksi dengan apapun. Manusia berinteraksi dengan yang lain. tumbuhan, hewan, batu, bahkan material pun berinteraksi. Dalam interaksi itulah adanya menerjemahkan dan diterjemahkan.
Adab selanjutnya bahwa dalam berfilsafat harus berfikiran jernih. Jangan berfikir “no way” terhadap filsafat dan tidak sekedar menerima filsafat karena hal seperti itu bukan metode hidup.
Jangan berfikir no way. Bukan sekedar menerima filsafat. Itu bukan metode hidup. Kita harus menghidup-hidupkan filsafat dgn diri kita sendiri dengan berikhtiar membuat comment, refleksi. Berfilsafat itu perlu berpikiran jernih.
Dalam berfilsafat harus membersihkan diri dari hal-hal yang mengganggu dalam berfikir, maka perlu dalam keadaan sehat dalam berfilsafat. Filsafat disebut sebagai pure atau tidak ada kebencian. Perlu diingat bahwa, berfilsafat bukanlah aliran sesat, tetapi berfilsafat hanyalah olah pikir.

Pertanyaan:
1.    Bagaimana ilmu filsafat menjelaskan tentang rumus-rumus matematika?
2.    Apa korelasi antara pikiran, perasaan dan perbuatan dipandang dari ilmu filsafat?
3.    Mengapa ilmu filsafat tidak menempatkan pikiran manusia di atas segalanya?

Source: Kuliah Filsafat Pendidikan Matematika with Drs. Marsigit



Tidak ada komentar:

Posting Komentar