Kamis, 24 Januari 2013

Implementasi Filsafat Pendidikan Matematika




Hermenetika dapat digunakan dalam bidang apapun seperti hermenetika orang tua dengan anak, hermenetika guru dengan siswa dan lain sebagainya. Unsur dasarnya adalah lurus dan melingkar. Setiap orang berbeda keterampilannya dalam menembus ruang dan waktu karena ruang dan waktu itu berdimensi-dimensi. Pemikiran orang berpendidikan dengan yang tidak berbeda dalam menembus ruang dan waktu. Melingkar artinya berinteraksi. Yang diatas guru, yang di bawah murid, demikian pula hubungan antara kakak dengan adik, akhirat dengan dunia, dst, dan ternyata hal itu pun meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Tanaman pun berhermenetika, artinya bagaimana tanaman itu berhemenetika dengan matahari. Maka harapannya setiap kita dapat bebas, merdeka, dalam mengekspresikan diri kita dalam menjalani kehidupan ini. Namun, harus hati-hati dan mempunyai pedoman yang kuat dalam menjalani hidup karena banyak hal-hal negatif yang dapat merugikan diri kita yang berasal dari dalam maupun dari luar diri kita.

Manusia semakin sombong karena  hanya memikirkan dunia yang satu. Ketidakpahaman kita terhadap ilmu, membawa kita ke dalam sikap tidak tahu. Akibatnya kita pun terperdaya dengan kesewenangan orang-orang yang merugikan kita sendiri. Ketidaktahuan kita terhadap sesuatu yang sebenarnya merugikan kita, menjadi penyebab bagi kita dalam menerima suatu hal yang sebenarnya tidak baik dalam kehidupan atau diri kita. Maka ketika Indonesia dijajah Belanda pun mereka bersikap toleran. Artinya, tidak ada pemberontakan dan sejenisnya untuk lepas dari penjajahan. Hal itulah penyebab dari manusia yang kurang berilmu.
Bangsa yang satu berarti bahwa ada satu kekuasaan yang mengatur dunia. Hal itu dimaksudkan agar kita siap dalam mengahadapi masa depan, seperti halnya dalam menghadapi kiamat. Namun, bagi orang yang berfilsafat dengan tidak meletakkan spiritual di tempat yang paling, atas maka ia akan mendapatkan kesalahan seperti mempermainkan tuhan.
Dalam kehidupan, hermenetika ada yang rutin. Misalnya, hari senin bertemu lagi dengan hari senin, bulan Juni bertemu lagi dengan bulan Juni, sore ketemu sore lagi, dst. Selanjutnya, ada pengembangan diri yang dalam filsafat itu berarti mengadakan yang mungkin ada, membisakan yang mungkin bisa, dan sejenisnya. Jadi, dalam mengembangkan diri berarti membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada. Hal itu bisa meliputi pengalaman, pikiran, konsep, spiritual, termasuk juga yang mungkin ada, sehingga yang mungkin ada itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada.
Seperti halnya dalam membangun keluarga sakinah. Setiap bertemu istri atau suami, masing-masing memperhatikan satu sama lain dalam rangka membangun hidup yang lebih berkembang. Artinya bahwa masih ada banyak hal dalam hermeneutika ini. Jadi, begitu luar biasanya hermeunetik of life.
Pendekatan pada matematika, maka ada matematika konkret, model konkrit, model formal, dan matematika formal. Di negara barat istilahnya adalah gunung es, maka jika di Indonesia, konsep gunung es tersebut dapat digambarkan melalui gunung merapi. Artinya, konsep bentuk gunung ini dapat digambarkan sebagai gambaran terhadap matematika realistik.
Berbicara tentang gunung merapi, maka metafisiknya, di sebalik gunung adalah kekuasaan Tuhan. Adanya fenomena tersebut jika kita tidak siap maka hal itu itu akan menjadi bencana, tetapi jika kita siap maka hal itu akan menjadi hiburan. Seperti halnya dalam pembelajaran matematika. Matematika akan menjadi bencana bagi siswa jika siswa belum siap menerima matematika sehingga agar siswa senang dengan matematika maka siswa harus siap terlebih dahulu. kesiapan itu antara lain berkomunikasinya dengan dunia siswa yang berkaitan dengan urusan psikologis dan education. Dari pemikiran Husher dijelaskan bahwa ada dua unsur fenomenologi yaitu idealisasi dan abstraksi.  Dalam filsafat, yang fenomena itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Matematika itu idealis. Jadi, pure mathematician, anak, orang tua, dan semuanya mengenal fenomenologi.
Yang menjadi problem sekarang yaitu bahwa kaum absolutis itu masih menguasai dunia pendidikan anak-anak. Jika mereka menguasai dunia pendidikan mereka sendiri maka hal itu tidak menjadi masalah. Kaum absolutis antara lain kaum formal, logicism, kaum rasionali, platonism. Mereka itu absolutism/pure intuition/basic sains karena setiap negara industrial atau tecnological Pragmatis membutuhkan absolutism sebagai anak emas atau ujung tombak karena ilmunya disitu. Namun, hal itu tidak akan sesuai diterapkan di dunia pendidikan anak. anak tidak bisa menerima ilmu yang belum mampu dipahami. Anak tidak bisa menerima secara absolut tentang ilmu sains yang diberikan oleh kaum absolutis. Maka bagi guru yang mengerti hal ini mempunyai tugas untuk merebut kembali intuisi siswa dan mengembangkannya.
Intuisi itu harus didahului dengan kesadaran, persepsi, dan interaksi (sensorimotor). Ketika tidak bisa melihat, maka bukan berarti sudah kehilangan intuisi karena manusia masih memiliki indera pendengar dan lainnya sehingga ia mempunyai intuisi ruang. Intuisi berproses sejak anak masih kecil. Menurut Immanuel Kant, dalam diri kita terdapat 4 kategori. Pertama quantity, sebagai contoh ketika anak menginginkan sesuatu lagi maka ia mengerti quantity. Selanjutnya ada regulasi, relasi, dan probability (mungkin). Seorang anak ketika diminta untu memilih diantara dua misalnya, maka sebenarnya ia telah memiliki suatu probability dalam dirinya. Selain itu ada istilah apodiktif (kepastian). Ketika seorang anak dapat menentukan jumlah sautu banyak benda maka ia telah memiliki kemampuan apodiktif.
Hal itu tentu berbeda dengan platonism yang mendidik siswanya dengan sangat keras karena guru yang paling utama sedangkan siswa menjadi objek guru yang dapat dimasuki apapun dari guru. Bukan hal itu yang diharapkan oleh pendidikan anak. Namun, dengan membangun intuisi anak dengan bereksperiment, interaksi dan melakukan aktivitas-aktivitas.
Matematik formal bukanlah strategi yang baik untuk siswa tetapi school matematik lah yang lebih sesuai untuk siswa karena siswa akan mengalami dan mengerti apa yang dialami. Misalnya, siswalah yang mengerti jumlah lantainya, bukan guru. Hal itulah yang dimaksud sebagai kontekstual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar