A.
PENDAHULUAN
Filsafat merupakan ilmu yang mengalir. Perkembangan
filsafat mulai dari Zaman Yunani Kuno hingga Zaman Modern (Power Now) diibaratkan sebagai ilmu yang mengalir dari
gunung-gunung yang memiliki sungai hingga ke lautan dalam. Berikut penggambaran
perkembangan filsafat dari masa ke masa secara umum:
Pada Zaman Yunani Kuno, terdapat dua gunung yaitu Permenides dan Heraclitos yang
memiliki sungai bernama Socrates. Dari sungai itu mengalir ke sungai Skepticism
dalam gunung Plato yang Idealis dan Aristoteles yang realistis hingga berada
pada Jaman kegelapan pada Abad 12-13 M. Dari sungai-sungai tersebut aliran
deras terus mengalir menuju sungai besar Rene Descartes yang Rationalism dan sungai David Hume yang Empiricism. Dari sungai-sungai besar itu
terus mengalir secara deras dan bermuara di lautan dangkal Immanuel Kant yang Trancendatalism. Dari lautan dangkal
tersebut filsafat terus mengalir ke lautan yang lebih dalam yakni lautan August
Comte melewati aliran Neo Pos. Dari lautan tersebut filsafat terus mengalir dan
bermuara di lautan dalam dan lepas yakni Contemporer Power Now yang di
dalamnya terdapat arus-arus Pragmatism, Utilitarian, Capitalism, dan Hedonism.
Itulah aliran filasafat mulai dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern (Power Now)
yang digambarkan mengalir dari aliran sungai di pegunungan hingga lautan dalam
dan lepas.
Penjelasan
perkembangan filsafat mulai dari zaman Yunani Kuno hingga zaman kontemporer/Power Now
akan dibahas secara lebih detail pada pembahasan selanjutnya.
B.
PEMBAHASAN
Berikut
perkembangan aliran filsafat mulai dari zaman Yunani Kuno hingga zaman
kontemporer:
Yunani Kuno Abad 6 M
Pada tahap filsafat Yunani Kuno para filsuf Yunani mengubah orientasi pikiran manusia dari mitos menjadi logos. Filsafat yang berkembang pada masa ini disebut filsafat alam karena pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan berkisar tentang terjadinya alam semesta. Pemikiran teoritis tersebut menjadi permulaan lahirnya filsafat di Yunani pada abad ke 6 SM. Ciri-ciri umum filsafat Yunani adalah rasionalisme.
Pada masa sebelum Socrates, tujuan filosofi filsafat pra Socrates memikirkan asal usul terjadinya alam dan itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka. Para filusuf pada masa ini yaitu Thales, anaximandros, Anaximenes, Heraclitos, Pythagoras, Parmenides, Demokritos. Pemikir atau filusuf tersebut menyimpulkan pendapatnya masing-masing tentang alam semesta.
Yunani Kuno Abad 6 M
Pada tahap filsafat Yunani Kuno para filsuf Yunani mengubah orientasi pikiran manusia dari mitos menjadi logos. Filsafat yang berkembang pada masa ini disebut filsafat alam karena pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan berkisar tentang terjadinya alam semesta. Pemikiran teoritis tersebut menjadi permulaan lahirnya filsafat di Yunani pada abad ke 6 SM. Ciri-ciri umum filsafat Yunani adalah rasionalisme.
Pada masa sebelum Socrates, tujuan filosofi filsafat pra Socrates memikirkan asal usul terjadinya alam dan itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka. Para filusuf pada masa ini yaitu Thales, anaximandros, Anaximenes, Heraclitos, Pythagoras, Parmenides, Demokritos. Pemikir atau filusuf tersebut menyimpulkan pendapatnya masing-masing tentang alam semesta.
a. Heraclitos (535 – 475 SM)
Ia lahir di
Ephesus, sebuah kota perantauan di Asia Kecil, dan merupakan kawan dari
Pythagoras, akan tetapi lebih tua. Pemikiran filsafatnya terkenal dengan
filsafat menjadi. Heraclitos mengemukakan pendapatnya bahwa segala yang ada
selalu berubah dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche (asas yang
pertama dari alam semesta) adalah api karena api dianggap sebagai lambang
perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan
mengubahnya sesuatu itu menjadi abu dan asap. Walaupun sesuatu itu apabila
dibakar menjadi abu dan asap, toh adanya api tetap ada. Segala sesuatunya
berasal dari api, dan akan kembali menjadi api.
b. Parmenides (540 – 475 SM)
Ia lahir di
kota Elea, kota perantauan Yunani di Italia Selatan. Kebesarannya sama dengan
kebesaran Heracleitos. Dialah yang pertama kali memikirkan hakikat tentang ada
(being). Menurut pendapatnya, apa yang disebut sebagai realitas adalah bukan
gerak dan perubahan. Hal ini berbeda dengan pendapat Heracleitos bahwa realitas
adalah gerak dan perubahan.
Sedangkan tokoh-tokoh lainnya, Thales menyatakan bahwa asal dari semua adalah air, Anaximandros menyatakan bahwa alam berasal dari yang tak terhingga atau yang tak terbatas, Anaximenes memiliki prinsip bahwa asal usul segala sesuatu itu adalah udara. Pytagoras-lah yang menyatakan pertama kali bahwa alam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang teratur.
Zaman keemasan/puncak dari filsafat Yunani Kuno/Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).
Sedangkan tokoh-tokoh lainnya, Thales menyatakan bahwa asal dari semua adalah air, Anaximandros menyatakan bahwa alam berasal dari yang tak terhingga atau yang tak terbatas, Anaximenes memiliki prinsip bahwa asal usul segala sesuatu itu adalah udara. Pytagoras-lah yang menyatakan pertama kali bahwa alam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang teratur.
Zaman keemasan/puncak dari filsafat Yunani Kuno/Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).
a.
Socrates (469-399 SM)
Zaman klasik berawal dari Socrates, tetapi Socrates belum
sampai pada suatu system filosofi, yang memberikan nama klasik kepada filosofi
itu. Ia baru membuka jalan. Ia baru mencari kebenaran.
Adapun filsafah pemikiran Socrates, diantaranya adalah
pernyataan adanya kebenaran objektif, yaitu yang tidak bergantung kepada aku
dan kita, dalam membenarkan kebenaran yang objektif, ia menggunakan metode
tertentu yang terkenal dengan metode dialektika. Dialektika berasal dari kata
Yunani yang berarti bercakap-cakap atau dialog.
Menurut Socrates, ada kebenaran objektif, yang tidak bergantung
kepada aku atau kita. Untuk membuktikan adanya kebenara objektif, Socrates
menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui
percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang
mempunyai pendapat mengenai salah dan benar. Dari metode dialektikanya, ia
menemukan dua penemuan metode yang lain, yaitu induksi dan definisi. Ia
menggunakan istilah induksi manakala pemikiran betolak dari pengetahuan yang
khusus, lalu ia menyimpulkannya dengan pengertian umum. Dengan cara itu,
Socrates membangun jiwa lawannya berdialog tentang keyakinan bahwa kebenaran
tidak diperoleh begitu saja, melainkan dicari dengan perjuangan seperti
memperoleh segala barang yang tertinggi nilainya.
Selain metodenya yang dipandang dapat menumbangkan
filsafahnya kaum Sofis, Socrates juga memiliki falsafahnya tentang etika.
Menurut Socrates, manusia itu pada dasarnya baik. Seperti halnya segala barang
yang ada itu memiliki tujuannya, begitu juga hidup manusia. Keadaan dan tujuan
manusia ialah kebaikan sifat dan kebaikn budinya.
b.
Plato (427-347 SM)
Plato adalah murid Socrates yang lahir di Athena. Ia
melanjutkan metode Socrates, mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya dengan
mendialogkan bersama lawan diskusinya. Ia menggunakan metode dialog untuk
mengantarkan filsafatnya. Berikut pemikiran-pemikiran filsafat menurut Plato:
1) Dunia lahir adalah dunia pengalaman
yang selalu berubah-rubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari
dunia idea. Sebagai bayangan, hakekatnya adalah tiruan dari yang asli, yaitu
idea. Oleh karena itu, dunia pengalaman ini berubah-ubah dan bermacam-macam
karena hanyalah tiruan yang tidak sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia
pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada contohnya yang ideal
di dunia idea. Keadaan idea bertingkat-tingkat. Tingkat idea yang tertinggi
adalah idea kebaikan, di bawahnya idea jiwa dunia, yang menggerakkan dunia.
Berikutnya idea keindahan yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan, politik.
2) Sebagai konsep dari pandangannya
tentang dunia idea, dalam masalah etika, ia berpendapat bahwa orang yang
berpengetahuan dengan pengertian yang bermacam-macam sampai pengertian tentang
ideanya, dengan sendirinya akan berbuat baik. Budi adalah tahu. Siapa yang tahu
akan di dunia idea tidak akan berbuat jahat.
3) Dalam tiap-tiap negara, segala
golongan dan semua orang adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya.
Kesejahteraan semua itulah yang menjadi tujuan yang sebenarnya. Itu pulalah
yang menentukan nilai pembagian pekerjaan. Di negara yang ideal, golongan
pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga memberi
perlindungan, tetapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai diberi makan dan
dilindungi, dan mereka memerintah.
4) Menurutnya, penduduk Negara dapat
dibagi tiga golongan, yaitu:
- Golongan teratas, yaitu golongan
yang memerintah, terdiri dari para filosof yang membuat undang-undang dan
memegang kekuasaan tertinggi.
- Golongan tengah, yaitu para pengawal
dan abdi Negara mempertahankan negara dari serangan musuh dan menegakkan
berlakunya undang-undang supaya dipatuhi semua rakyat.
- Golongan terbawah (rakyat biasa),
yaitu kelompok yang produktif dan harus pandai membawa diri.
c.
Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid Plato yang sangat berjasa dalam
meletakkan sendi-sendi pertama rasionalitas Barat. Ia lahir di Trasia (Blakan).
Dengan kecerdasaannya ia hampir menguasai berbagai ilmu yang berkembang saat
itu. Bagi
Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang
dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan/benda-benda itu
sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu
materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa
“ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi
materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak”
di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan
sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Aristoteles menulis banyak
bidang, meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam.
Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada
perkembangan ilmu pengetahuan. Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika.
Hal lain dalam kerangka berpikir
yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat
digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang
telah ada.
2. Periode Abad 0-6 Masehi
Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh
para pastur dan para raja yang pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat
sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi
kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati suri. Ilmu menjadi
beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja dan para raja yang berhak
mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.
3. Zaman kegelapan (Abad 12-13 M)
Pada masa ini dunia Kristen Eropa
mengalami abad kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai periode
pertengahan. Namun, masa ini adalah masa keemasan atau kebangkitan Islam,
ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing.
Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hukum
Islam, Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan
buku terkenalnya yaitu The Canon of
Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai
ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama,
filsafat, mistik dan sufisme. Ibnu Khaldun ahli sosiologi, filsafat sejarah,
politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori
peredaran planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami
kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Setelah zaman Aristoteles, sejarah
tidak mencatat lagi generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801
M. Al-Kindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan
Aristoteles.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul
filosof-filosof Islam ternama yang terus mengembangkan filsafat, diantaranya
adalah Al-Farabi, Ibnu Sina, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad
Iqbal, dan Ibnu Rushd.
Pertentangan antara filosof yang
diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum ulama yang diwakili oleh Al-Ghazali yang
kemudian ada pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan awal dari
runtuhnya peradabaan Islam. Al-Ghazali berpendapat bahwa mempelajari filsafat
dapat menyebabkan seseorang menjadi atheis. Untuk mencapai kebenaran sejati
menurut Al-Ghazali hanya ada satu cara yaitu melalui tasawuf (mistisisme). Buku
karangan Al-Ghazali ini kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya.
Pada pertengahan abad 12 kalangan
gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu Rushd, sehingga saat itu
berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd (Averroisme) dan paham yang
menentangnya. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh
kalangan filosof di Eropa Barat pada abad 12 dan 13, tidak lain adalah masalah
yang diperdebatkan oleh filosof Islam.
4. Zaman Patristik dan Skolastik: Filsafat Dalam dan Untuk Agama (Abad 15)
Pada
jaman ini dikenal
sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ). Filsafat pada abad ini dikuasai dengan pemikiran keagamaan
(Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah Patristik (Lt.
“Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik. Patristik sendiri dibagi atas
Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik
Barat).
Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara
lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254),
Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokohtokoh dari Patristik
Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420)
dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah
falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman
sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini
banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang
berlandaskan akal-budi “diabdikan” untuk dogma agama. Jaman Skolastik (sekitar
tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh Aristoteles.
Pemikiran-pemikiran
Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam,
terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198)
dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles demikian besar sehingga ia
(Aristoteles) disebut sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak
membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai “Sang Komentator”. Pertemuan
pemikiran Aristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan filsuf penting
sebagian besar dari ordo baru yang lahir pada masa Abad Pertengahan, yaitu,
dari ordo Dominikan dan Fransiskan.. Filsafatnya disebut “Skolastik” (Lt.“scholasticus”,
“guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara
dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat
internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada hubungan antara iman dengan
akal budi. Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat
sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat)
bukan yang satu “mengabdi” terhadap yang lain atau sebaliknya.
Sampai
dengan di penghujung Abad Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif terhadap
perkembangan ilmu, dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan
Polandia N. Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja,
ketika mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-benda angkasa
adalah matahari (Heleosentrisme). Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja
sebagai bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran
benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak jaman Yunani yang
justru telah mendapat “mandat” dari otoritas Gereja. Oleh karena itu dianggap
menjatuhkan kewibawaan Gereja.
5. Awal Jaman Modern (Abad 16 M)
Jembatan
antara Abad pertengahan dan jaman Modern adalah jaman “Renesanse”,
periode sekitar 1400-1600. Filsuf-filsuf penting dari jaman ini adalah N.
Macchiavelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679), Th. More (1478-1535) dan Frc.
Bacon (1561- 1626). Pembaharuan yang sangat bermakna pada jaman ini
((renesanse) adalah “antroposentrisme”nya. Artinya pusat perhatian pemikiran
tidak lagi kosmos seperti pada jaman Yunani Kuno, atau Tuhan sebagaimana dalam
Abad Pertengahan.
Renaisans merupakan era sejarah
yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi
perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme,
sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme.
Tokoh
penemu di bidang sains pada masa renaisans (abad 15-16 M) yaitu Nicolaus
Copernicus (1473-1543 M), Johanes Kepler (1571-1630 M), Galileo Galilei
(1564-1643 M), dan Francis Bacon (1561-1626 M).
Setelah
Renesanse mulailah jaman Barok, pada jaman ini tradisi rasionalisme
ditumbuh-kembangkan oleh filsuf-filsuf antara lain; R. Descartes (1596-1650),
B. Spinoza (1632-1677) dan G. Leibniz (1646-1710). Para Filsuf tersebut di atas
menekankan pentingnya kemungkinan-kemungkinan akal-budi (“ratio”) didalam
mengembangkan pengetahuan manusia.
6. Zaman Modern (Abad 17-18 M)
Zaman
modern ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 15 M. Namun, indikator
yang nyata
terlihat jelas pada abad 17 M dan berlangsung hingga abad 20 M. Hal ini
ditandai dengan adanya penemuan-penemuan dalam bidang ilmiah.
Pada
abad ke-18 mulai memasuki perkembangan baru. Setelah reformasi, renesanse dan
setelah rasionalisme jaman Barok, pemikiran manusia mulai dianggap telah
“dewasa”. Periode sejarah perkembangan pemikiran filsafat disebut sebagai
“Jaman Pencerahan” atau “Fajar Budi” (Ing. “Enlightenment”, Jrm. “Aufklärung”.
Filsuf-filsuf pada jaman ini disebut sebagai para “empirikus”, yang ajarannya
lebih menekankan bahwa suatu pengetahuan adalah mungkin karena adanya
pengalaman indrawi manusia (Lt. “empeira”, “pengalaman”). Para empirikus besar
Inggris antara lain J. Locke (1632-1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume
(1711-1776). Di Perancis, JJ. Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant
(1724-1804)
Aliran
rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti
berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul
aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu. Aliran
yang ada pada masa ini antara lain:
a.
Aliran
rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku
Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu
sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan
segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian
kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan
bagi seluruh pengetahuan.
b.
Aliran
empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih
pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat
lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut
pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk
pengenalan yang paling jelas dan sempurna. David Hume merupakan pelopor para
empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari
indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana
kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
c.
Adapun
Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804). Peranan filsuf Jerman
Immanuel Kant dapat dianggap sebagai inspirator dan sekaligus sebagai peletak
dasar fondasi ilmu, yakni dengan “mendamaikan” pertentangan epistemologik
pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum empirisme. Immanuel Kant dalam
karyanya utamanya yang terkenal terbit tahun 1781 yang berjudul Kritik der
reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason), memberi arah baru mengenai
filsafat pengetahuan. Dalam bukunya itu Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru
tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan
yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila
masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak
pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah
melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi
tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi
dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan
karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanyalah rekaman
kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia
merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran
dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant
yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang
direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda
itu sendiri.
7. Zaman Pos Modern (Abad 19-20 M)
Pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan
memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme
dengan mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan filsafat
abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan belas dan
abad kedua puluh banyak bermunculan
aliran-aliran baru dalam filsafat tetapi wilayah pengaruhnya lebih tertentu.
Akan tetapi justru menemukan bentuknya (format) yang lebih bebas dari corak
spekulasi filsafati dan otonom. Aliran-aliran tersebut antara lain:
positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme,
neo-tomisme dan fenomenologi.
Berkaitan
dengan filosofi penelitian Ilmu Sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan
adalah positivisme yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857).
Menurut Comte pemikiran manusia dapat
dibagi kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap: (1) teologis, (2) Metafisis,
dan (3) Positif-ilmiah. Bagi era manusia dewasa (modern) ini
pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan metode-metode positif ilmiah,
artinya setiap pemikiran hanya benar secara ilmiah bilamana dapat diuji dan
dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang jelas dan pasti sebagaimana berat,
luas dan isi suatu benda. Dengan demikian Comte menolak spekulasi “metafisik”,
dan oleh karena itu ilmu sosial yang digagas olehnya ketika itu dinamakan
“Fisika Sosial” sebelum dikenal sekarang sebagai “Sosiologi”. Bisa dipahami,
karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural sciences) sudah lebih “mantap” dan
“mapan”, sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang
diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang berkembang
sesudahnya.
Dengan
terbitnya buku Newton (pada tahun 1686) yang berjudul “Philosophiae Nauralis
Principia Mathematica” maka muncullah suatu babak baru dalam dunia sains
modern. Teori gravitasi Newton telah mendorong ilmu pengetahuan berkembang
pesat di dunia Barat. Perkembangan IPTEK tersebut ditandai oleh adanya rentetan
temuan-temuan baru seperti temuan tentang listrik (Michael Faraday), gaya
elektromagnetik (James Clerk Maxwell, 1870) dalil temuan Sinar-X (Henry
Bacquerel). Dengan adanya penemuan tersebut maka banyak masalah praktis dalam
kehidupan manusia yang dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Manusia mulai
menikmati dan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam perkembangan teknologi
pangan/pertanian, transportasi, genetika, industri dan komunikasi. Dampak dari
kemajuan IPTEK tersebut adalah terjadinya akselerasi pertumbuhan penduduk dan
peningkatan kemakmuran yang sangat pesat. Puncak
perkembangan IPTEK terjadi mulai awal abad 20 yang ditandai dengan munculnya
Tcori RelatiFitas Einstein (1905).
8. Zaman Kontemporer (Power Now)
Filsafat
Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan pada
masa saat ini. Misalnya orang dihadapkan pada tahun 2009, ya inilah zaman
kontemporer kita.Tetapi istilah filsafat kontemporer baru saja populer semenjak
abad ke-20, ini merupakan tanggapan atas kebingungan penyebutan filsafat masa
kini.
Pada
periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran sebagaimana disebut
di atas munculah aliran-aliran filsafat, misalnya : “Strukturalisme” dan
“Postmodernisme”. Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya misalnya Cl.
Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara
lain. J. Habermas, J. Derida. Kini oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan
sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya kemudian, struktur ilmu
pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap (dilengkapi dengan,
teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan oleh Walter
L.Wallace dalam bukunya The Logic of Science in Sociology. Dari struktur
ilmu tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu
tidak lain adalah penelitian (search
dan research). Demikian pula hal ada dan keberadaan (ontologi/metafisika)
suatu ilmu /sain berkaitan dengan watak dan sifat-sifat dari obyek suatu ilmu
/sain dan kegunaan/manfaat atau implikasi (aksiologi) ilmu /sain
juga menjadi bahasan dalam filsafat ilmu. Setidaknya hasil pembahasan
kefilsafatan tentang ilmu (Filsafat Ilmu) dapat memberikan perspektif kritis bagi ilmu /sain
dengan mempersoalkan kembali apa itu:pengetahuan?, kebenaran?, metode
ilmiah/keilmuan?, pengujian/verifikasi? Dan sebaliknya hasil-hasil terkini dari
ilmu /sain dan penerapannya dapat memberikan umpan-balik bagi Filsafat Ilmu
sebagai bahan refleksi kritis dalam pokok bahasannya (survey of
sciences) sebagaimana yang dikemukakan oleh Whitehead dalam bukunya Science
and the Modern World.
Kebebasan
dalam memakai teori, menanggapi, dan mengkritik selama kebebasan tersebut merupakan suatu hal original dalam pemikiran filsafat kontemporer. Semuanya
terbuka lebar untuk dipikirkan dan diperbincangkan.Tidak ada batasan pasti
dalam filsafat kontemporer, selama semua masih dinamis dan tidak kaku seperti
zaman pra-modern, bisa disebut sebagai kontemporer. Dengan filsafat akan bisa ditemukan solusi
terbaik terhadap masalah tersebut karena filsafat juga menguji solusi yang akan
diambil dan yang dianggap baik. Hal ini dilakukan karena pada saat tertentu
solusi bisa menjadi sangat baik, dan pada saat tertentu pula suatu solusi bisa
dianggap kuno.
C. PENUTUP
Zaman
keemasan/puncak dari filsafat Yunani Kuno/Klasik, dicapai pada masa Sokrates (±
470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Filsafat pada
abad pertengahan dikuasai
dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah
Patristik dan Skolastik.
Jembatan antara
Abad pertengahan dan jaman Modern adalah jaman “Renesanse” (1400-1600).
Filsuf-filsuf penting dari jaman ini adalah N. Macchiavelli (1469-1527), Th.
Hobbes (1588-1679), Th. More (1478-1535) dan Frc. Bacon (1561- 1626).
Pada jaman awal
modern filsuf-filsuf disebut sebagai para “empirikus”, yang ajarannya lebih
menekankan bahwa suatu pengetahuan adalah mungkin karena adanya pengalaman
indrawi manusia. Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke (1632-1704),
G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776). Di Perancis, JJ. Rousseau
(1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804).
Pada
abad ke-17
dan ke-18 perkembangan pemikiran filsafat
pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme.
Pada abad ke-19-20, aliran-aliran yang ada antara lain: positivisme, marxisme,
eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme dan
fenomenologi. Sedangkan aliran-aliran
filsafat pada masa kontemporer yang muncul adalah “Strukturalisme” dan “Postmodernisme”
DAFTAR
PUSTAKA
Admin.
2012. Filsafat Yunani Kuno pra Socartes. http://pendulangan.wordpress.com/
2012/09/26/ sejarah-perkembangan-filsafat-yunani-kuno/. [diakses pada
15 Oktober 2012].
Admin.
2009. Perkembangan Filsafat Yunani. http://pendidikansejarah2005.blogspot.com/
2009/03/perkembangan-filsafat- yunani_15.html. [diakses pada 15 Oktober 2012].
Budi
Setiawan1. 2010. Sejarah Perkembangan
Pemikiran Filsafat: Suatu Pengantar ke Arah Filsafat Ilmu.
Filsafat aq entuk A mit, tapi ra mudheng...:(
BalasHapustergantung dosen juga mb,,, hihi
Hapusmungkin hilap
BalasHapus