Senin, 12 November 2012

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT, TOKOH, DAN IDENYA


A.       PENDAHULUAN
Filsafat merupakan ilmu yang mengalir. Perkembangan filsafat mulai dari Zaman Yunani Kuno hingga Zaman Modern (Power Now) diibaratkan sebagai ilmu yang mengalir dari gunung-gunung yang memiliki sungai hingga ke lautan dalam. Berikut penggambaran perkembangan filsafat dari masa ke masa secara umum:
Pada Zaman Yunani Kuno, terdapat dua gunung yaitu Permenides dan Heraclitos yang memiliki sungai bernama Socrates. Dari sungai itu mengalir ke sungai Skepticism dalam gunung Plato yang Idealis dan Aristoteles yang realistis hingga berada pada Jaman kegelapan pada Abad 12-13 M. Dari sungai-sungai tersebut aliran deras terus mengalir menuju sungai besar Rene Descartes yang Rationalism dan sungai David Hume yang Empiricism. Dari sungai-sungai besar itu terus mengalir secara deras dan bermuara di lautan dangkal Immanuel Kant yang Trancendatalism. Dari lautan dangkal tersebut filsafat terus mengalir ke lautan yang lebih dalam yakni lautan August Comte melewati aliran Neo Pos. Dari lautan tersebut filsafat terus mengalir dan bermuara di lautan dalam dan lepas yakni Contemporer Power Now yang di dalamnya terdapat arus-arus Pragmatism, Utilitarian, Capitalism, dan Hedonism. Itulah aliran filasafat mulai dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern (Power Now) yang digambarkan mengalir dari aliran sungai di pegunungan hingga lautan dalam dan lepas.
Penjelasan perkembangan filsafat mulai dari zaman Yunani Kuno hingga zaman kontemporer/Power Now akan dibahas secara lebih detail pada pembahasan selanjutnya.
B.     PEMBAHASAN
Berikut perkembangan aliran filsafat mulai dari zaman Yunani Kuno hingga zaman kontemporer: 
Yunani Kuno Abad 6 M 
   Pada tahap filsafat Yunani Kuno para filsuf Yunani mengubah orientasi pikiran manusia dari mitos menjadi logos. Filsafat yang berkembang pada masa ini disebut filsafat alam karena pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan berkisar tentang terjadinya alam semesta. Pemikiran teoritis tersebut menjadi permulaan lahirnya filsafat di Yunani pada abad ke 6 SM. Ciri-ciri umum filsafat Yunani adalah rasionalisme.
    Pada masa sebelum Socrates, tujuan filosofi filsafat pra Socrates memikirkan asal usul terjadinya alam dan itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka. Para filusuf pada masa ini yaitu Thales, anaximandros, Anaximenes, Heraclitos, Pythagoras, Parmenides, Demokritos. Pemikir atau filusuf tersebut menyimpulkan pendapatnya masing-masing tentang alam semesta.
a.    Heraclitos (535 – 475 SM)
Ia lahir di Ephesus, sebuah kota perantauan di Asia Kecil, dan merupakan kawan dari Pythagoras, akan tetapi lebih tua. Pemikiran filsafatnya terkenal dengan filsafat menjadi. Heraclitos mengemukakan pendapatnya bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi, ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api karena api dianggap sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada, dan mengubahnya sesuatu itu menjadi abu dan asap. Walaupun sesuatu itu apabila dibakar menjadi abu dan asap, toh adanya api tetap ada. Segala sesuatunya berasal dari api, dan akan kembali menjadi api.
b.   Parmenides (540 – 475 SM)
Ia lahir di kota Elea, kota perantauan Yunani di Italia Selatan. Kebesarannya sama dengan kebesaran Heracleitos. Dialah yang pertama kali memikirkan hakikat tentang ada (being). Menurut pendapatnya, apa yang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Hal ini berbeda dengan pendapat Heracleitos bahwa realitas adalah gerak dan perubahan.

Sedangkan tokoh-tokoh lainnya, Thales menyatakan bahwa asal dari semua adalah air, Anaximandros menyatakan bahwa alam berasal dari yang tak terhingga atau yang tak terbatas, Anaximenes memiliki prinsip bahwa asal usul segala sesuatu itu adalah udara. Pytagoras-lah yang menyatakan pertama kali bahwa alam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang teratur.
Zaman keemasan/puncak dari filsafat Yunani Kuno/Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).
a.   Socrates (469-399 SM)
Zaman klasik berawal dari Socrates, tetapi Socrates belum sampai pada suatu system filosofi, yang memberikan nama klasik kepada filosofi itu. Ia baru membuka jalan. Ia baru mencari kebenaran.
Adapun filsafah pemikiran Socrates, diantaranya adalah pernyataan adanya kebenaran objektif, yaitu yang tidak bergantung kepada aku dan kita, dalam membenarkan kebenaran yang objektif, ia menggunakan metode tertentu yang terkenal dengan metode dialektika. Dialektika berasal dari kata Yunani yang berarti bercakap-cakap atau dialog.
Menurut Socrates, ada kebenaran objektif, yang tidak bergantung kepada aku atau kita. Untuk membuktikan adanya kebenara objektif, Socrates menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan benar. Dari metode dialektikanya, ia menemukan dua penemuan metode yang lain, yaitu induksi dan definisi. Ia menggunakan istilah induksi manakala pemikiran betolak dari pengetahuan yang khusus, lalu ia menyimpulkannya dengan pengertian umum. Dengan cara itu, Socrates membangun jiwa lawannya berdialog tentang keyakinan bahwa kebenaran tidak diperoleh begitu saja, melainkan dicari dengan perjuangan seperti memperoleh segala barang yang tertinggi nilainya.
Selain metodenya yang dipandang dapat menumbangkan filsafahnya kaum Sofis, Socrates juga memiliki falsafahnya tentang etika. Menurut Socrates, manusia itu pada dasarnya baik. Seperti halnya segala barang yang ada itu memiliki tujuannya, begitu juga hidup manusia. Keadaan dan tujuan manusia ialah kebaikan sifat dan kebaikn budinya.
b.   Plato (427-347 SM)
Plato adalah murid Socrates yang lahir di Athena. Ia melanjutkan metode Socrates, mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya dengan mendialogkan bersama lawan diskusinya. Ia menggunakan metode dialog untuk mengantarkan filsafatnya. Berikut pemikiran-pemikiran filsafat menurut Plato:
1)      Dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-rubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan, hakekatnya adalah tiruan dari yang asli, yaitu idea. Oleh karena itu, dunia pengalaman ini berubah-ubah dan bermacam-macam karena hanyalah tiruan yang tidak sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea. Keadaan idea bertingkat-tingkat. Tingkat idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, di bawahnya idea jiwa dunia, yang menggerakkan dunia. Berikutnya idea keindahan yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan, politik.
2)      Sebagai konsep dari pandangannya tentang dunia idea, dalam masalah etika, ia berpendapat bahwa orang yang berpengetahuan dengan pengertian yang bermacam-macam sampai pengertian tentang ideanya, dengan sendirinya akan berbuat baik. Budi adalah tahu. Siapa yang tahu akan di dunia idea tidak akan berbuat jahat.
3)      Dalam tiap-tiap negara, segala golongan dan semua orang adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semua itulah yang menjadi tujuan yang sebenarnya. Itu pulalah yang menentukan nilai pembagian pekerjaan. Di negara yang ideal, golongan pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga memberi perlindungan, tetapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai diberi makan dan dilindungi, dan mereka memerintah.
4)      Menurutnya, penduduk Negara dapat dibagi tiga golongan, yaitu:
-    Golongan teratas, yaitu golongan yang memerintah, terdiri dari para filosof yang membuat undang-undang dan memegang kekuasaan tertinggi.
-    Golongan tengah, yaitu para pengawal dan abdi Negara mempertahankan negara dari serangan musuh dan menegakkan berlakunya undang-undang supaya dipatuhi semua rakyat.
-    Golongan terbawah (rakyat biasa), yaitu kelompok yang produktif dan harus pandai membawa diri.
c.    Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid Plato yang sangat berjasa dalam meletakkan sendi-sendi pertama rasionalitas Barat. Ia lahir di Trasia (Blakan). Dengan kecerdasaannya ia hampir menguasai berbagai ilmu yang berkembang saat itu. Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan/benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Aristoteles menulis banyak bidang, meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika.
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada.
2.      Periode Abad 0-6 Masehi
Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.
3.      Zaman kegelapan (Abad 12-13 M)
Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai periode pertengahan. Namun, masa ini adalah masa keemasan atau kebangkitan Islam, ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hukum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme. Ibnu Khaldun ahli sosiologi, filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori peredaran planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam ternama yang terus mengembangkan filsafat, diantaranya adalah Al-Farabi, Ibnu Sina, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan Ibnu Rushd.
Pertentangan antara filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum ulama yang diwakili oleh Al-Ghazali yang kemudian ada pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan awal dari runtuhnya peradabaan Islam. Al-Ghazali berpendapat bahwa mempelajari filsafat dapat menyebabkan seseorang menjadi atheis. Untuk mencapai kebenaran sejati menurut Al-Ghazali hanya ada satu cara yaitu melalui tasawuf (mistisisme). Buku karangan Al-Ghazali ini kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya.
Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu Rushd, sehingga saat itu berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd (Averroisme) dan paham yang menentangnya. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh kalangan filosof di Eropa Barat pada abad 12 dan 13, tidak lain adalah masalah yang diperdebatkan oleh filosof Islam.
4.      Zaman Patristik dan Skolastik: Filsafat Dalam dan Untuk Agama (Abad 15)
Pada jaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ). Filsafat pada abad ini dikuasai dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik. Patristik sendiri dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat).
Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokohtokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi “diabdikan” untuk dogma agama. Jaman Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh Aristoteles.
Pemikiran-pemikiran Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam, terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai “Sang Komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo baru yang lahir pada masa Abad Pertengahan, yaitu, dari ordo Dominikan dan Fransiskan.. Filsafatnya disebut “Skolastik” (Lt.“scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada hubungan antara iman dengan akal budi. Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat) bukan yang satu “mengabdi” terhadap yang lain atau sebaliknya.
Sampai dengan di penghujung Abad Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif terhadap perkembangan ilmu, dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan Polandia N. Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja, ketika mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-benda angkasa adalah matahari (Heleosentrisme). Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak jaman Yunani yang justru telah mendapat “mandat” dari otoritas Gereja. Oleh karena itu dianggap menjatuhkan kewibawaan Gereja.
5.      Awal Jaman Modern (Abad 16 M)
Jembatan antara Abad pertengahan dan jaman Modern adalah jaman “Renesanse”, periode sekitar 1400-1600. Filsuf-filsuf penting dari jaman ini adalah N. Macchiavelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679), Th. More (1478-1535) dan Frc. Bacon (1561- 1626). Pembaharuan yang sangat bermakna pada jaman ini ((renesanse) adalah “antroposentrisme”nya. Artinya pusat perhatian pemikiran tidak lagi kosmos seperti pada jaman Yunani Kuno, atau Tuhan sebagaimana dalam Abad Pertengahan.
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme.
Tokoh penemu di bidang sains pada masa renaisans (abad 15-16 M) yaitu Nicolaus Copernicus (1473-1543 M), Johanes Kepler (1571-1630 M), Galileo Galilei (1564-1643 M), dan Francis Bacon (1561-1626 M).
Setelah Renesanse mulailah jaman Barok, pada jaman ini tradisi rasionalisme ditumbuh-kembangkan oleh filsuf-filsuf antara lain; R. Descartes (1596-1650), B. Spinoza (1632-1677) dan G. Leibniz (1646-1710). Para Filsuf tersebut di atas menekankan pentingnya kemungkinan-kemungkinan akal-budi (“ratio”) didalam mengembangkan pengetahuan manusia.
6.      Zaman Modern (Abad 17-18 M)
Zaman modern ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 15 M. Namun, indikator yang nyata terlihat jelas pada abad 17 M dan berlangsung hingga abad 20 M. Hal ini ditandai dengan adanya penemuan-penemuan dalam bidang ilmiah.
Pada abad ke-18 mulai memasuki perkembangan baru. Setelah reformasi, renesanse dan setelah rasionalisme jaman Barok, pemikiran manusia mulai dianggap telah “dewasa”. Periode sejarah perkembangan pemikiran filsafat disebut sebagai “Jaman Pencerahan” atau “Fajar Budi” (Ing. “Enlightenment”, Jrm. “Aufklärung”. Filsuf-filsuf pada jaman ini disebut sebagai para “empirikus”, yang ajarannya lebih menekankan bahwa suatu pengetahuan adalah mungkin karena adanya pengalaman indrawi manusia (Lt. “empeira”, “pengalaman”). Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke (1632-1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776). Di Perancis, JJ. Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804)
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu. Aliran yang ada pada masa ini antara lain:
a.    Aliran rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
b.   Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. David Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
c.    Adapun Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804). Peranan filsuf Jerman Immanuel Kant dapat dianggap sebagai inspirator dan sekaligus sebagai peletak dasar fondasi ilmu, yakni dengan “mendamaikan” pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum empirisme. Immanuel Kant dalam karyanya utamanya yang terkenal terbit tahun 1781 yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason), memberi arah baru mengenai filsafat pengetahuan. Dalam bukunya itu Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanyalah rekaman kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri.

7.      Zaman Pos Modern (Abad 19-20 M)
Pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan filsafat abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan belas dan abad kedua puluh banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat tetapi wilayah pengaruhnya lebih tertentu. Akan tetapi justru menemukan bentuknya (format) yang lebih bebas dari corak spekulasi filsafati dan otonom. Aliran-aliran tersebut antara lain: positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi.
Berkaitan dengan filosofi penelitian Ilmu Sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan adalah positivisme yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857). Menurut Comte pemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap: (1) teologis, (2) Metafisis, dan (3) Positif-ilmiah. Bagi era manusia dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara ilmiah bilamana dapat diuji dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang jelas dan pasti sebagaimana berat, luas dan isi suatu benda. Dengan demikian Comte menolak spekulasi “metafisik”, dan oleh karena itu ilmu sosial yang digagas olehnya ketika itu dinamakan “Fisika Sosial” sebelum dikenal sekarang sebagai “Sosiologi”. Bisa dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural sciences) sudah lebih “mantap” dan “mapan”, sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang berkembang sesudahnya.
Dengan terbitnya buku Newton (pada tahun 1686) yang berjudul “Philosophiae Nauralis Principia Mathematica” maka muncullah suatu babak baru dalam dunia sains modern. Teori gravitasi Newton telah mendorong ilmu pengetahuan berkembang pesat di dunia Barat. Perkembangan IPTEK tersebut ditandai oleh adanya rentetan temuan-temuan baru seperti temuan tentang listrik (Michael Faraday), gaya elektromagnetik (James Clerk Maxwell, 1870) dalil temuan Sinar-X (Henry Bacquerel). Dengan adanya penemuan tersebut maka banyak masalah praktis dalam kehidupan manusia yang dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Manusia mulai menikmati dan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam perkembangan teknologi pangan/pertanian, transportasi, genetika, industri dan komunikasi. Dampak dari kemajuan IPTEK tersebut adalah terjadinya akselerasi pertumbuhan penduduk dan peningkatan kemakmuran yang sangat pesat.  Puncak perkembangan IPTEK terjadi mulai awal abad 20 yang ditandai dengan munculnya Tcori RelatiFitas Einstein (1905).
8.      Zaman Kontemporer (Power Now)
Filsafat Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan pada masa saat ini. Misalnya orang dihadapkan pada tahun 2009, ya inilah zaman kontemporer kita.Tetapi istilah filsafat kontemporer baru saja populer semenjak abad ke-20, ini merupakan tanggapan atas kebingungan penyebutan filsafat masa kini.
Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat, misalnya : “Strukturalisme” dan “Postmodernisme”. Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya misalnya Cl. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida. Kini oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap (dilengkapi dengan, teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The Logic of Science in Sociology. Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah penelitian (search dan research). Demikian pula hal ada dan keberadaan (ontologi/metafisika) suatu ilmu /sain berkaitan dengan watak dan sifat-sifat dari obyek suatu ilmu /sain dan kegunaan/manfaat atau implikasi (aksiologi) ilmu /sain juga menjadi bahasan dalam filsafat ilmu. Setidaknya hasil pembahasan kefilsafatan tentang ilmu (Filsafat Ilmu) dapat memberikan perspektif kritis bagi ilmu /sain dengan mempersoalkan kembali apa itu:pengetahuan?, kebenaran?, metode ilmiah/keilmuan?, pengujian/verifikasi? Dan sebaliknya hasil-hasil terkini dari ilmu /sain dan penerapannya dapat memberikan umpan-balik bagi Filsafat Ilmu sebagai bahan refleksi kritis dalam pokok bahasannya (survey of sciences) sebagaimana yang dikemukakan oleh Whitehead dalam bukunya Science and the Modern World.
Kebebasan dalam memakai teori, menanggapi, dan mengkritik selama kebebasan tersebut merupakan suatu hal original  dalam pemikiran filsafat kontemporer. Semuanya terbuka lebar untuk dipikirkan dan diperbincangkan.Tidak ada batasan pasti dalam filsafat kontemporer, selama semua masih dinamis dan tidak kaku seperti zaman pra-modern, bisa disebut sebagai kontemporer. Dengan filsafat akan bisa ditemukan solusi terbaik terhadap masalah tersebut karena filsafat juga menguji solusi yang akan diambil dan yang dianggap baik. Hal ini dilakukan karena pada saat tertentu solusi bisa menjadi sangat baik, dan pada saat tertentu pula suatu solusi bisa dianggap kuno.

C.       PENUTUP
Zaman keemasan/puncak dari filsafat Yunani Kuno/Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Filsafat pada abad pertengahan dikuasai dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah Patristik dan Skolastik.
Jembatan antara Abad pertengahan dan jaman Modern adalah jaman “Renesanse” (1400-1600). Filsuf-filsuf penting dari jaman ini adalah N. Macchiavelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679), Th. More (1478-1535) dan Frc. Bacon (1561- 1626).
Pada jaman awal modern filsuf-filsuf disebut sebagai para “empirikus”, yang ajarannya lebih menekankan bahwa suatu pengetahuan adalah mungkin karena adanya pengalaman indrawi manusia. Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke (1632-1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776). Di Perancis, JJ. Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804).
Pada abad ke-17 dan ke-18 perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme. Pada abad ke-19-20, aliran-aliran yang ada antara lain: positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi. Sedangkan aliran-aliran filsafat pada masa kontemporer yang muncul adalah  “Strukturalisme” dan “Postmodernisme”



DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2012. Filsafat Yunani Kuno pra Socartes. http://pendulangan.wordpress.com/ 2012/09/26/ sejarah-perkembangan-filsafat-yunani-kuno/. [diakses pada 15 Oktober 2012].
Admin. 2009. Perkembangan Filsafat Yunani. http://pendidikansejarah2005.blogspot.com/ 2009/03/perkembangan-filsafat- yunani_15.html. [diakses pada 15 Oktober 2012].
Budi Setiawan1. 2010. Sejarah Perkembangan Pemikiran Filsafat: Suatu Pengantar ke Arah Filsafat Ilmu.

3 komentar: